Penyakit Rabies

Teman SUPERjuangan, penyakit rabies mendadak jadi perbincangan hangat di media sosial. Penyakit rabies merupakan penyakit menular berbahaya yang dapat menyerang susunan saraf manusia. Umumnya, penyakit rabies pada manusia disebabkan oleh air liur, gigitan, atau cakaran hewan yang terinfeksi.

Di Indonesia, penyakit rabies lebih dikenal dengan sebutan “penyakit anjing gila” karena sebagai hewan utama penular penyakit rabies. Namun, beberapa hewan juga berisiko menularkan penyakit rabies, seperti hewan liar bahkan hewan peliharaan yang tidak mendapatkan vaksin rabies.

Penyakit Rabies

Penyakit rabies juga merupakan penyakit zoonosis yang paling ditakuti di dunia lho. Penyakit rabies disebut bisa membuat penderitanya 99 persen dipastikan nggak selamat. Meski begitu, kita tetap bisa kok melakukan pencegahan penyakit rabies. Karena itu, yuk kenali penyakit rabies sekarang juga dalam artikel ini!

Baca juga: Ketahui Faktor Risiko Pembengkakan Jantung

Apa itu Penyakit Rabies?

Penyakit rabies adalah infeksi akut pada susunan saraf pusat. Penyakit rabies disebabkan oleh RNA dan genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae. Virus ini dapat menyerang makhluk hidup berdarah panas, termasuk manusia. 

Namun, awalnya virus ini dibawa oleh hewan, yang kemudian ditularkan melalui gigitan dan cakaran. Selain itu, jilatan air liurnya yang terinfeksi ke mulut, mata, atau luka terbuka pada tubuh manusia. Virus yang masuk dan membiak di dalam otot, lalu naik ke saraf tunjang, menyerang otak, dan menyebabkan jangkitan saraf.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 59 ribu orang meninggal akibat penyakit rabies setiap tahunnya di 92 negara dan endemik di 72 negara. WHO juga mengatakan 95 persen kasus penyakit rabies terjadi di Afrika dan Asia. Bahkan, 40 persen penderita penyakit rabies adalah anak berusia di bawah 15 tahun.

92 persen hewan pembawa penyakit rabies adalah anjing, maka 6 persen lainnya adalah kucing dan 2 persen lainnya adalah kera. Nah, berikut hewan yang dapat menyebarkan virus rabies kepada manusia.

  • Anjing
  • Kucing
  • Kelelawar
  • Monyet
  • Sapi
  • Kerbau
  • Musang
  • Kambing
  • Kuda
  • Rubah
  • Rakun
  • Sigung
  • Berang-berang
  • Penyebab Penyakit Rabies

Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies yang termasuk dalam kelompok Lyssavirus. Virus ini umumnya ditularkan kepada manusia melalui gigitan atau goresan dari hewan yang terinfeksi, terutama anjing. Namun, penyakit rabies juga dapat ditularkan melalui kontak dengan air liur atau cairan tubuh lainnya dari hewan yang terinfeksi.

Berikut adalah beberapa cara penularan penyakit rabies:

1. Gigitan Hewan Terinfeksi

paling sering, rabies ditularkan melalui gigitan hewan yang terinfeksi, terutama anjing, kucing, rakun, rubah, dan kelelawar. Virus rabies ada dalam air liur hewan tersebut, dan ketika mereka mengigit manusia, virus dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka pada kulit.

2. Kontak dengan Luka Terbuka

Virus rabies juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka atau goresan pada kulit yang terpapar air liur hewan terinfeksi. Ini mungkin terjadi ketika seseorang tanpa sengaja tergores oleh gigi hewan yang terinfeksi.

3. Kontak dengan Mata, Hidung, atau Mulut

Jika air liur hewan terinfeksi masuk ke dalam mata, hidung, atau mulut seseorang, virus rabies juga dapat masuk ke dalam tubuh.

4. Transplantasi Organ

 Dalam beberapa kasus jarang terjadi, virus rabies telah ditularkan melalui transplantasi organ dari pendonor yang terinfeksi.

5. Gigitan Kelelawar

Kelelawar adalah reservoir alami virus rabies, dan gigitan kelelawar juga dapat menyebabkan penularan penyakit ini.

Setelah virus rabies masuk ke dalam tubuh, mereka mulai menginfeksi sistem saraf dan bergerak menuju otak. Gejala penyakit rabies muncul setelah periode inkubasi yang bervariasi, biasanya antara beberapa minggu hingga beberapa bulan. Gejala awalnya mirip dengan flu, seperti demam, sakit kepala, dan kelelahan. Namun, seiring penyakit berkembang, gejala akan menjadi lebih parah dan melibatkan masalah saraf, seperti kejang, gangguan mental, kebingungan, dan paralisis. Tanpa pengobatan yang cepat setelah gejala muncul, penyakit rabies hampir selalu berakhir dengan kematian.

Pencegahan penyakit rabies melibatkan vaksinasi hewan peliharaan, menghindari kontak langsung dengan hewan liar atau yang terinfeksi, dan segera mencari perawatan medis setelah terpapar atau digigit oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies.

Gejala Rabies pada Manusia

Gejala Rabies pada Manusia

Di Indonesia sendiri, kemunculan gejala rabies pada manusia yang pertama kali pada tahun 1894 oleh de Hann. Hingga saat ini, tercatat 26 dari 34 provinsi di Indonesia rawan virus rabies. Selain itu, 4 dari 10 orang yang terserang virus rabies merupakan anak-anak.

Penyebaran gejala rabies pada manusia sangat bervariasi. Namun, umumnya terjadi pada rentang 3-12 minggu setelah terinfeksi, seperti melalui gigitan, cakaran, atau air liur hewan. Secara klinis, terdapat empat gejala rabies pada manusia. Yuk, simak seperti apa aja sih gejala rabies pada manusia yang patut diwaspadai!

1. Stadium awal atau prodromal

Fase awal gejala rabies pada manusia mirip seperti infeksi virus lainnya. Sistem kekebalan tubuh berusaha melawan virus rabies sehingga penderita penyakit rabies akan mengalami flu, yang mana berlangsung beberapa hari.

2. Stadium kedua atau sensoris

Gejala rabies pada manusia di fase awal mulai berangsur hilang, atau bahkan tidak berkurang sama sekali. Kemudian, penderita penyakit rabies juga akan mengalami kondisi berikut ini.

  • Rasa nyeri pada bekas gigitan
  • Mudah kepanasan dan berkeringat
  • Produksi air liur berlebih
  • Sering keluar air mata tanpa sebab
  • Merasa gugup dan gelisah

3. Stadium ketiga atau eksitasi

Gejala rabies pada manusia di fase ketiga ini memperlihatkan perubahan sikap pada penderita penyakit rabies. Mulai dari ketakutan terhadap sesuatu atau perasaan yang tidak masuk akal, seperti di bawah ini.

  • Kejang-kejang
  • Kram otot
  • Mudah kaget
  • Mulut berbusa
  • Takut pada air
  • Takut pada cahaya
  • Halusinasi
  • Insomnia
  • Kesulitan menelan
  • Kesulitan bernapas
  • Perilaku yang agresif

4. Stadium akhir atau paralitik

Gejala rabies pada manusia di fase akhir terjadi saat ketiga stadium sebelumnya telah dilalui. Penderita penyakit rabies mengalami kelumpuhan atau kesulitan untuk menggerakan anggota tubuh mereka. Jika penderita penyakit rabies sudah masuk pada fase ini, sangat mustahil bisa disembuhkan dan berujung pada kematian.

Gejala Rabies pada Hewan

Gejala Rabies pada Hewan

Gejala rabies pada hewan di Indonesia pertama kali ditemukan pada kerbau, yang mana dilaporkan oleh Esser sekitar tahun 1889. Meski begitu, hewan rumahan juga bisa kena penyakit rabies lho. Nah, hal ini yang perlu dikhawatirkan bagi si kecil yang senang bermain bersama hewan peliharaan.

Karena itu, Dads and Moms yang harus memperhatikan gejala rabies pada hewan sehingga dapat melindungi si kecil dari risikonya. Jika Dads and Moms menemukan perubahan perilaku pada hewan, termasuk hewan peliharaan, sebaiknya selalu waspada. Yuk, kenali gejala rabies pada hewan berikut ini!

  • Demam
  • Kejang
  • Lebih agresif
  • Hiperseksual
  • Mata memerah
  • Muntah-muntah
  • Air liur berlebihan
  • Tampak ketakutan
  • Sering menggigit benda-benda
  • Tidak nafsu makan dan minum
  • Inkoordinasi, seperti sulit berjalan
  • Sensitif terhadap suara dan cahaya
  • Beberapa kasus: cenderung pendiam dan lemah

Baca juga: 7 Jenis Pneumonia, Radang Paru-Paru yang Perlu Diwaspadai!

Faktor Risiko Penyakit Rabies

Nggak cuma dari hewan peliharaan, beberapa kondisi juga bisa meningkatkan faktor risiko terkena penyakit rabies lho. Karena itu, kita diminta untuk selalu berjaga-jaga ketika melakukan sesuatu atau berada di suatu tempat, guys. Terutama pada si kecil yang sering penasaran dengan hal-hal yang baru ditemuinya ya, Dads and Moms!

  • Transplantasi organ dari orang yang ternyata terinfeksi virus rabies.
  • Adanya luka di kepala atau leher, yang mana membuat virus cepat menyebar ke otak.
  • Tinggal atau berpergian ke wilayah memiliki angka kasus penyakit rabies yang tinggi, banyak hewan liar, atau bersanitasi buruk.
  • Memelihara hewan yang tidak divaksinasi di daerah tertular.
  • Melakukan aktivitas yang mungkin saja menimbulkan kontak dengan hewan yang tanpa diketahui sudah terinfeksi penyakit rabies, misalnya mendaki dan memburu.
  • Pekerjaan-pekerjaan yang menuntut kontak dengan hewan yang terinfeksi, seperti peneliti virus rabies, dokter hewan, atau penyelamat hewan.

Diagnosis Penyakit Rabies

Diagnosis Penyakit Rabies

Jika memungkinkan, akan dilakukan pemantauan tanda-tanda rabies selama 10 hari pada hewan yang terinfeksi. Namun, umumnya hewan tersebut akan disuntik mati,  dilakukan direct flourescent antibody (DFA) pada jaringan otak hewan. Ini dilakukan untuk mencari keberadaan virus rabies pada hewan tersebut.

Adapun untuk menguatkan gejala rabies pada manusia yang terindikasi, sangat diperlukan sejumlah diagnosis penyakit rabies. Mengingat tahapan gejala rabies pada manusia dibagi menjadi empat, diagnosis penyakit rabies ini membantu dokter memberikan penanganan yang tepat sesuai tahapan gejalanya.

1. Anamnesis

Pertama yang akan dilakukan adalah tanya jawab dokter dengan pasien. Anamnesis merupakan riwayat pasien, di mana akan menggali faktor risikonya.

  • Riwayat kesehatan
  • Riwayat perjalanan
  • Riwayat kontak dengan hewan
  • Keluhan yang dirasakan
  • Pekerjaan atau aktivitas sehari-hari

2. Pemeriksaan fisik

Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan fisik dengan melihat bekas luka gigitan atau cakaran hewan. Pemeriksaan fisik ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar risiko infeksi rabies yang terjadi pada pasien.

  • Luka dengan risiko rendah, artinya kontak pasien dengan hewan berupa sentuhan atau jilatan pada kulit yang tidak memiliki luka terbuka.
  • Luka dengan risiko sedang, artinya berupa gigitan kecil yang tidak dalam atau cakaran yang tidak menyebabkan pendarahan.
  • Luka dengan risiko tinggi, artinya berupa cakaran atau gigitan ke mata, mulut, atau luka terbuka yang menembus kulit dan menyebabkan pendarahan.

3. Pemeriksaan lanjutan

Pemeriksaan lanjutan ini dilakukan apabila pasien sudah menunjukkan gejala luka dengan risiko tinggi. Maka, dokter akan mengambil tindakan berikut ini.

  • Reverse transcription polymerase chain reaction atau tes PCR, di mana menggunakan sampel air liur hingga cairan serebrospinal.
  • Rapid fluorescent focus inhibition test atau tes antibodi, untuk mendeteksi antibodi yang melawan virus rabies dengan mengambil sampel darah.
  • Biopsi kulit.

Pertolongan Pertama Mengobati Penyakit Rabies

Pertolongan Pertama Penyakit Rabies

Sebelum memeriksa lebih lanjut ke dokter, kamu wajib melakukan pertolongan pertama ini untuk mengobati penyakit rabies. Pertolongan ini akan mencegah virus yang mampu menyebar dengan cepat pada otak. Selain itu, kamu yang terindikasi tidak akan menularkannya pada orang lain. Yuk, ikuti langkah-langkah pertolongan pertama ini setelah digigit, dicakar, atau dijilat hewan!

  • Cuci gigitan atau cakaran hewan dengan sabun di bawah air mengalir selama 10-15 menit.
  • Kemudian, beri antiseptik pada luka, seperti obat merah atau alkohol 70 persen.
  • Sebaiknya, luka tadi jangan dijahit. Jahitan mungkin dilakukan, tapi hanya untuk menghentikan pendarahan dalam kasus tertentu.
  • Segera hubungi rabies center atau pelayanan kesehatan yang terdekat untuk mendapat pertolongan lebih lanjut.
  • Jangan tangkap apalagi membunuh hewan yang menggigit tadi dengan tangan kosong, lebih baik hubungi dokter hewan.

Pencegahan Penyakit Rabies

Pencegahan Penyakit Rabies pada Hewan
Pencegahan Penyakit Rabies pada Manusia

Penyakit rabies yang tidak segera ditangani sudah dipastikan tidak dapat sembuh, guys. Hingga saat ini, belum ada obat paten untuk rabies. Tapi, penyakit rabies tentu bisa kita cegah sedini mungkin. Terutama untuk Dads and Moms dengan si kecil yang memiliki hewan peliharaan.

Pencegahan penyakit rabies bisa dilakukan dengan pemberian vaksin. Sebagai penyakit yang sudah ada sejak berabad-abad lalu, manusia berusaha menciptakan vaksin rabies untuk menghentikan penyakit rabies di tengah masyarakat. Nah, Teman SUPERjuangan ada yang tau nggak siapa yang menemukan vaksin rabies?

Penemu vaksin rabies bernama Louis Pasteur pada tahun 1885. Penemu vaksin rabies ini merupakan seorang ahli kimia asal Prancis, guys. Penemuannya berhasil menyelamatkan seorang anak dari gigitan anjing gila saat itu. Selain itu, masih ada fakta lagi yang perlu kamu ketahui untuk pencegahan penyakit rabies di bawah ini!

  • Bawa hewan peliharaanmu untuk divaksin. Faktanya, hewan peliharaan, terutama anjing perlu diberi vaksin rabies setiap tahun. Anabul kamu dapat diberi vaksin setelah mereka menginjak usia tiga tahun.
  • Hindari kontak hewan peliharaan kamu dengan hewan liar. Jangan biarkan anabul kamu berkeliaran bebas di jalanan dan tempat awam yang lain.
  • Jaga hewan peliharaan kamu dengan baik. Beri mereka makanan yang cukup, tempat tinggal yang nyaman, jaga kebersihannya, serta jangan tendang atau tarik ekor anabul kamu ya.
  • Dapatkan vaksin rabies untuk kamu sebagai pemilik hewan peliharaan. Terdapat dua jenis vaksin rabies, yaitu Profilaksis Pra-Pajanan (PrPP) yang digunakan sebelum terjadinya infeksi virus. Kedua, Profilaksis Pasca Pajanan (PEP) yang digunakan setelah terjadinya infeksi virus.
  • Jauhi hewan liar, terutama ketika mereka sedang tidur, makan, atau menyusui anak-anak mereka.

Baca juga: Solusi Layanan PMKS Dari Kartu Indonesia Sehat!

Itu dia seputar penyakit rabies! Melihat tingginya biaya kesehatan di Indonesia, kamu perlu antisipasi. Di Super You ada Super Care Protection, mulai Rp55.000 aja per bulan. Kamu hanya butuh beberapa menit untuk mendapatkan asuransi online dan kamu sudah terlindungi. Dapatkan santunan harian hingga Rp 1 juta per hari. Cek produknya sekarang!

Artikel Terkait