Kenali Resusitasi Jantung Paru (CPR), Penyelamat Hidup!
By Herlambang Satriadi, 25 Aug 2020
Resusitasi Jantung Paru (RJP), atau disebut juga cardiopulmonary resuscitation (CPR), merupakan langkah pertolongan medis pertama untuk kondisi darurat dimana pasien tidak responsif atau tidak bernapas.
Dengan melakukan resusitasi jantung paru, kamu membantu meneruskan sirkulasi darah ke seluruh tubuh sehingga organ tetap hidup dan berfungsi sembari menunggu pertolongan medis. Walau tidak menjamin keselamatan seseorang, setidaknya prosedur ini bisa menaikkan kemungkinan untuk selamat bagi pasien.
Mengetahui pentingnya resusitasi jantung paru, yuk kita simak penjelasan lebih tentang teknik penyelamat hidup satu ini.
Kapan harus melakukan resusitasi jantung paru?
Resusitas jantung paru sebaiknya dilakukan ketika pasien tidak responsif atau tidak bernapas. Kunci utama dari menentukannya adalah mengecek pernapasan dan detak jantung. Jika keduanya tidak ada, maka segera lakukan prosedur CPR.
Berikut beberapa kondisi darurat medis yang mungkin memerlukan CPR:
- Pingsan. Coba untuk panggil atau bangunkan pasien. Bila tidak responsif, cek pernapasan dan detak jantung terlebih dahulu. Bila tak terdeteksi, terapkan CPR.
- Masalah pernapasan. Jika tidak ada tanda-tanda pernapasan, kesulitan bernapas atau sesak napas, atau napas yang lemah, terapkan CPR.
- Tidak ada detak jantung. Jika tidak ada detak jantung, kemungkinan jantung berhenti berfungsi. Hal ini bisa terjadi bila mengalami serangan jantung, aritmia, atau penyakit jantung lainnya.
- Cedera akibat sengatan listrik. Jangan pegang pasien sebelum mematikan sumber aliran listrik atau memindahkan pasien dari kontak listrik. Pastikan kamu menggunakan sesuatu yang tidak menghantarkan listrik, seperti sapu atau batang kayu.
- Tenggelam. Cek pernapasan. Bila tidak ada, maka coba untuk terapkan CPR. Jika tidak responsif, ada kemungkinan saluran pernapasan tersumbat sesuatu, sehingga harus dilakukan kompresi dada.
- Penggunaan narkotika.
- Terpapar asap, biasanya dalam skenario kebakaran.
Resusitasi jantung paru sebaiknya dilakukan secepat mungkin karena setelah jantung berhenti, hanya ada beberapa menit sebelum organ dan otak mulai mengalami kerusakan. CPR bisa menyelamatkan hidup dan tidak membutuhkan pelatihan khusus, namun kamu tetap perlu diedukasi dan perlu tahu cara melakukannya yang tepat.
Prosedur Resusitasi Jantung Paru
Berdasarkan American Red Cross dan Better Health, ada dua bagian prosedur berbeda dari resusitasi jantung paru, yaitu sebelum memberikan CPR dan saat memberikan CPR.
Sebelum menerapkan CPR
- Periksa lingkungan. Pastikan kamu sudah mengeluarkan pasien dari bahaya. Ini berarti mengeluarkan pasien dari air bila tenggelam, dari kobaran api bila mengalami kebakaran, atau dari sumber aliran listrik bila kesetrum.
- Periksa kondisi pasien. Goyang pundaknya secara pelan dan panggil namanya untuk mengecek respons.
- Telepon 112 untuk ambulans atau langsung hubungi rumah sakit terdekat, bila pasien tidak responsif. Jika tersedia, minta seseorang untuk mengambilkan alat AED (automated external defibrillator).
- Periksa saluran pernapasannya. Dongakkan kepalanya ke atas dan naikkan dagunya. Kemudian periksa bila ada cairan atau benda yang menyangkut. Bila ya, perlahan miringkan badan pasien, dan keluarkan benda asing yang menyangkut. Lakukan dengan cepat.
- Periksa pernapasan. Dengarkan, lihat, dan rasakan pernapasan selama 10 detik. Jika terdengar, terlihat, dan terasa normal, maka miringkan pasien. Bila tidak ada tanda pernapasan atau pernapasan tidak normal, lanjut untuk terapkan CPR.
Saat menerapkan CPR
Ada dua bagian berbeda dari resusitasi jantung paru, yaitu kompresi dada dan pemberian napas buatan. Berikut langkah yang bisa kamu ikuti:
Untuk kompresi dada:
- Letakkan bagian bawah telapak tangan pada bagian bawah tulang dada pasien.
- Letakkan telapak tangan kamu yang lain di atas tangan yang pertama. Eratkan jari-jarimu sesuai nyamannya kamu.
- Tekan dada sedalam 5 – 6 cm.Lakukan tekanan dengan kuat dan cepat. Lakukan sebanyak 30 kali diselingi 2 napas buatan (lihat di bawah), atau 100 kali per menit diselingi tidak lebih dari 8 napas buatan.
- Pikirkan lagu Staying Alive dari Bee Gees. Lakukan kompresi sesuai irama lagu tersebut untuk membantu ritme yang tepat.
- Kompresi dada bisa melelahkan. Jika ada orang lain yang bisa membantu, lakukan kompresi dada secara bergilir setiap dua menit agar tidak cepat lelah.
- Kompresi dada menjadi prioritas utama dibanding napas buatan. Jika kamu atau penolong lain tidak ingin melakukan napas buatan, fokus kepada melakukan kompresi dada selama 100 kali dalam 1 menit.
Untuk napas buatan:
- Pastikan pasien terbaring pada permukaan yang kokoh.
- Dongakkan kepala dan angkat dagu pasien. Hal ini bisa membantu terbukanya saluran pernapasan.
- Tutup hidungnya dengan jempol dan telunjuk.
- Tutup mulut pasien dengan mulut kamu. Pastikan tidak ada rongga udara yang tersisa.
- Berikan dua napas buatan. Lakukan dengan kuat dan cepat. Pastikan dadanya naik dan turun saat diberi napas buatan. Jika tidak, maka cek kembali rongga pernapasan untuk melihat apakah ada benda yang tersangkut.
- Bila kamu masih belum bisa menaikkan dada mereka dengan napas buatan, kembali ke kompresi dada. Jika memang ada benda yang tersangkut, kompresi dada bisa membantu menggeser benda tersebut.
Butuh asuransi untuk penyakit jantung? Yuk, klik banner dibawah!
Kapan kamu bisa berhenti melakukan CPR?
Resusitasi jantung paru bisa dihentikan jika pasien mulai kembali responsif atau bernapas, alat AED tersedia, atau sebuah petugas medis tiba di lapangan.
Kamu juga disarankan untuk berhenti melakukan resusitasi jantung paru bila keadaan menjadi tidak aman atau kamu tidak bisa melanjutkan karena kelelahan.
Jika alat AED tersedia
Kamu bisa mengganti CPR dengan AED (automated external defibrillator). Gunakan AED orang dewasa hanya pada individu berusia 8 tahun ke atas. Untuk anak di bawah usia 8 tahun, disarankan untuk mengikuti prosedur resusitasi jantung paru anak. Ikuti petunjuk yang ada pada setiap alat karena semua alat AED mempunyai instruksi yang berbeda.
Secara garis besar, pastikan badan pasien kering dan kosong. Ini berarti lepas semua koyo, kalung, dan lap keringat dari badan pasien. Kemudian tempelkan alat AED di tempat sesuai instruksi. Jangan sentuh pasien ketika sedang analisis atau shock delivery.
Risiko Resusitasi Jantung Paru
Prosedur kompresi dada bisa menyebabkan risiko patahnya tulang iga. Jika ini terjadi, pindahkan posisi tangan dan tetap lanjutkan CPR. Tulang iga yang patah lebih baik daripada tidak mendapatkan pertolongan resusitasi jantung paru.
Jika kamu tidak ingin melakukan napas buatan karena risiko terinfeksi penyakit yang mungkin diidap oleh pasien atau perihal lainnya, pastikan kamu tetap melakukan resusitasi jantung paru melalui kompresi dada.
Walaupun tidak memiliki pelatihan khusus, kamu tetap bisa melaksanakan prosedur resusitasi jantung paru asal tahu cara yang tepat untuk melakukannya. Kamu tidak usah takut untuk menerapkan CPR karena prosedur ini bisa dalam menyelamatkan hidup seseorang.
Selain CPR, Proteksi Diri dari Sekarang!
Mempelajari ilmu resusitasi jantung paru memang penting demi menyelamatkan hidup seseorang, tapi kamu juga tidak boleh lupa untuk mempersiapkan perlindungan dari risiko penyakit.
Hal ini bisa kamu persiapkan dengan asuransi jiwa atau asuransi kesehatan online yang dapat menopang kamu atau keluarga dari risiko penyakit. Di Super You, tidak harus mahal kok! Hanya mulai dari Rp30 ribu-an saja, kamu sudah bisa menikmati perlindungan yang menyeluruh.